Seputar Awliya Allah


Wali atau dalam bentuk jamaknya auliyaa yang berarti teman yang akrab atau juga kekasih (Allah) merupakan suatu keniscayaan adanya. Mengenai ciri-ciri dari seorang wali terekam dalam Surah Yunus: 62, ”Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Dua ayat selanjutnya mengabarkan bahwa ciri wali yang lain adalah beriman dan selalu bertakwa; dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Yahya bin Mu’adz berkata dalam kitabnya yang berjudul Kitab Sirojut Tholibin jilid awal hal. 17: “Wali itu adalah wangi-wangian Allah yang masyhur di muka bumi, yang menciumnya hanyalah orang-orang yang kebenarannya mendominasi dirinya, maka sampailah ia kesemerbakannya ke dalam hati mereka, maka dengan itu terpesonalah mereka kepada Tuhannya serta selalu bertambah-tambah dalam ibadahnya dalam keadaan sikap serta sifat yang berbeda”.1
Dalam ayat lain, Al-Quran mengisyaratkan tentang wali ini dengan sebutan “hamba di antara hamba-hamba Kami.” Dalam surah tersebut (Al-Kahfi: 65) Allah melanjutkan: “...yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
Adanya hamba Allah itu abstrak dalam kekonkritannya dan konkrit dalam keabstrakannya. Semua ahli tafsir sepakat mengatakan bahwa hamba Allah tersebut adalah Nabi Khidir as, yang segala apa yang beliau kerjakan bukan kemauannya sendiri (QS Al-Kahfi: 82).2
Kalau kita perhatikan, relasi antara Nabi Khidir dengan nabi Musa ini seperti relasi antara Nabi Muhammad SAW dengan malaikat Jibril as. Relasi ini mejelaskan pada kita bahwa dalam suatu perjalanan ruhani (suluk) seseorang memerlukan mediator yang akan membimbing dan memberikan pengetahuan yang benar sehingga seorang salik (pelaku suluk) tidak terjebak dalam perjalanan menyesatkan yang syarat dengan bisikan-bisikan halus syaitan yang tidak rela kita sampai kepada Allah (wushul). Rasulullah pun yang notabene merupakan manusia paling agung ("Sesungguhnya,engkau --Muhammad-- memiliki watak yang agung''), memerlukan ”guru” yang membimbing dan me-medias-i dirinya dengan Tuhan. Perjalanan Isra’ Mi’raj merupakan satu pengecualian.
Dalam literatur tasawuf, hal ini dikenal dengan istilah khalwat. Seorang murid (pelaku suluk/salik) harus berkhalwat kepada seorang guru atau syekh yang mempunyai tingkatan spritiual atau ruhani yang tinggi bahkan telah suluk kepada Allah. Guru itu disebut dengan Mursyid. Dalam tradisi tasawuf, peran seorang Mursyid (pembimbing atau guru ruhani) merupakan syarat mutlak untuk mencapai tahapan-tahapan puncak spiritual. Perhatikan Surah Al-A’raf: 186: ”Barangsiapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk (Mursyid)”.
Jadi teranglah pada kita bahwa dalam melakukan perjalanan menuju Tuhan Yang Maha Satu kita memerlukan media atau seseorang yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah. Berperantara ini (wasilah) atau dalam berdoa disebut juga dengan tawassul bukanlah suatu bid’ah atau bikinan para ulama sekarang! Bahkan Allah menyuruh kita untuk mencari jalan atau orang tersebut. Perhatikan ayat berikut: ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al-Maidah: 35). Dan mursyid sejatilah, diantaranya yang dapat menghantarkan dan membimibing kita menuju cahaya Allah.
Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili mengatakan, “Siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia, maka ia akan menghancurkan dirimu. Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal, ia akan memayahkan dirimu. Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt. maka, ia pasti menjadi penasehatmu.”; Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan, “Janganlah berguru pada seseorang yang yang tidak membangkitkan dirimu untuk menuju kepada Allah dan tidak pula menunjukkan wacananya kepadamu, jalan menuju Allah”; Seorang Mursyid yang hakiki, menurut Asy-Syadzili adalah seorang Mursyid yang tidak memberikan beban berat kepada para muridnya.3
Sekarang kita beranjak ke tahap selanjutnya yaitu mencari seorang mursyid dengan terlebih dahulu mengidentifikasi dari ciri-ciri sebagai berikut: Dalam kitab Khozinatul Asror, Syekh Suhrowardi dalam salah satu wasiatnya berkata :4
Seorang syek Mursyid itu mesti menjalani tarekat yang haq; yaitu terpelihara dari akhlak yang buruk/hina.
Statusnya sebagai pengganti/penerus Rasulullah Saw. "al-ulamaa-u warotsaatul ambiyaa".
Dia seorang pengikut yang setia seorang syekh yang mata hati/bathinnya bisa melihat dan silsilahnya bersambung kepada Rasulullah Saw. (Silislah Abah Anom (TQN) dapat dilihat di kitabnya Uquduul Jumaan-Penulis)
Dia adalah seorang yang 'alim/berilmu bukan orang yang bodoh/Jahil. Karena kalau orang bodoh tidak dapat memberikan petunjuk. Abah Anom menyusun kitab Miftahus-Shudur berbahasa Arab. Inilah salah satu ciri bahwa beliau seorang yang berilmu.
Tidak mencintai dunia. Bukan berarti harus miskin. Jangan sampai hatinya disibukkan oleh urusan-urusan dunia.
Dia harus sanggup melatih nafsunya sendiri, diantaranya melatih sedikit makan, sedikit tidur, sedikit bicara atau tidak bicara yang tidak perlu.
Banyak sholatnya. Banyaknya shalat Ikhwan TQN Suryalaya dapat dilihat di kitab IBADAH karangan Abah.
Banyak sodaqohnya; Ikhwan yang datang pada saat manaqib, dijamu makan oleh Abah.
Banyak puasanya.
Akhlaknya seperti Rasulullah Saw.
Mudah-mudahan kita semua diperjumpakan oleh Allah dengan mursyid kamil yang akan membawa kita ke jalan yang benar dan mendekatkan diri kita yang hina dina ini kepada Allah, seperti sabdaNya dalam QS. At-Taubah: 119: ”Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”. Juga seperti sabda Nabi Suci Muhammad SAW dalam kitab Ghoyatul Wushul: ”Adalah kamu sekalian bersama Allah, dan jika kamu sekalian tidak bersama Allah, adalah kamu bersama orang yang bersama Allah, maka sesungguhnya dia menghantarkanmu kepada Allah”
Tetapi ketahuilah, bahwa adanya sosok orang tersebut lebih susah mencarinya daripada belerang merah dan bila engkau berbahagia dan kebahagiaan yang tidak ada duanya apabila engkau menemukan sosok seperti itu, bila engkau telah bertemu dengan dia, jangan sampai berpisah lagi dan layanilah dia dengan:
tangan dan kemampuanmu;
harta kekayaanmu;
kekuaaanmu;
peliharalah hatinya
peliharalah waktunya
pelihara jejak langkahnya atau sunnah-sunnahnya.5
Karena dia adalah—sekali lagi—ahli waris atau penerus Rasulullah SAW yang wajib kita bela dan kita cintai.
1 Op.Cit, hal. 2.
2 Ibid, hal. 3.
3 Urgensi Mursyid Dalam Tarekat, sufinews.com
4 KH. Drs. Golib Siregar, Ciri-Ciri Mursyid Kamil, suryalaya online.
5 Saefulloh Maslul Menjawab 165 Masalah, Op.Cit, hal. 4.

1 komentar:

saya sangt senang sekali atas adany tqn semoga orang2 yg blm menemukan guru mursit lekas ketemu.amin

6 September 2009 pukul 17.51  

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda